fakultasdakwah@uinkhas.ac.id -

Mahasiswa PKL Situbondo Gelar Webinar: Stop Pernikahan Dini, Siapkan Generasi Muda yang Berencana

Home >Berita >Mahasiswa PKL Situbondo Gelar Webinar: Stop Pernikahan Dini, Siapkan Generasi Muda yang Berencana
Diposting : Selasa, 02 Feb 2021, 06:13:36 | Dilihat : 1440 kali
Mahasiswa PKL Situbondo Gelar Webinar: Stop Pernikahan Dini, Siapkan Generasi Muda yang Berencana


Dalam rangka Praktik Kerja Lapangan (PKL) Fakultas Dakwah IAIN Jember, mahasiswa yang tersebar di berbagai instansi wilayah Situbondo berkeinginan untuk memberikan edukasi dan pemahaman terkait pernikahan yang sesuai kepada masyarakat, khususnya anak muda dan orang tua.

Keinginan itu ditunjukkan mahasiswa PKL Situbondo lewat penyelenggaraan seminar (webinar) via zoom meeting bertemakan “Stop pernikahan dini, siapkan generasi muda yang berencana”, Minggu (31/1/2021) pukul 18.00-20.00 WIB.

Dekan fakultas dakwah (Prof. Dr. Ahidul Asror, M. Ag) dalam pengantarnya mengatakan, “Webinar ini sangat penting bagi siapapun, karena pembahasannya tentang pernikahan dini. Peraturan UU tidak memperbolehkan anak menikah dibawah 19 tahun. Maka dari itu, jangan keluar dari aturan supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.

Webinar online kali ini, pada dasarnya merupakan kegiatan unggulan bagi kami. Karena kami menghadirkan narasumber yang berpengalaman dan kredibel di bidangnya, yaitu Ibu Istiqomah Sinaga, SHI. MH (Hakim Pengadilan Agama Sei Rampah Sumatera Utara) dan moderator, Bapak Suryadi, MA (Dosen Pembimbing Lapangan Wilayah Situbondo). Harapannya agar nantinya masyarakat bisa mengetahui batasan usia minimal, penyebab, dan resiko menikah dini. 

Kepala Kemenag (Drs. Misbakhul Munir, M.Ag) menambahkan dalam sambutan pertamanya, pernikahan anak dibawah umur di masa pandemi ini termasuk wilayah Situbondo semakin meningkat. Itu dibuktikan dengan adanya surat permohonan yang diajukan kepada pengadilan. Akibatnya banyak perceraian disebabkan karena usia pernikahan yang begitu sangat muda. Ada juga beberapa orang yang berhasil membentuk keluarganya menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Namun, dalam catatan persentasenya, sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan angka perceraian yang tinggi dengan faktor penyebab karena ketidakmampuan seseorang dalam mengurus rumah tangganya.

 

Menurutnya, pembicara nantinya bisa memberikan wawasan tentang strategi yang harus dilakukan dalam mengurangi angka perceraian akibat pernikahan dini. 

 

Mahasiswa PKL berharap, acara tersebut bisa membuka wawasan sekaligus kesadaran terhadap masyarakat bahwa, pernikahan dini bukanlah solusi dalam kehidupan, selaras dengan judul materi pada ppt webinar kali ini, yaitu "Pernikahan Dini Bukan Solusi, Mengintip Perkara Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama". Secara khusus, mahasiswa PKL sangat mengapresiasi para peserta yang ikut serta dalam webinar ini, karena kuantitas diluar dugaan. 

Salugu Widya Utama, SH selaku Kepala Pengelola Rutan Kelas llB Kab.Situbondo juga sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa PKL kali ini. "Saya sangat senang sekali bisa bergabung dalam webinar ini, karena kegiatan ini merupakan langkah awal mahasiswa PKL dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat", imbuhnya.

Para peserta mengamini hal tersebut. Menurutnya, pemateri punya solusi untuk menghadapi pernikahan dini yang saat ini semakin meningkat.

Pemateri, Ibu Istiqomah Sinaga, SHI. MH (Hakim Pengadilan Agama Sei Rampah Sumatera Utara) sangat optimistis bahwa nantinya acara ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Terlebih, bagi audien yang telah bergabung.

Hasil dari pengadilan agama memunculkan, Indonesia masuk peringkat ke-8 tertinggi di dunia terkait masalah pernikahan dini. Data SUSENAS 2018 menunjukkan bahwa perkawinan anak paling banyak terjadi di Sulawesi Barat, Sulawesi tenggara, Kalimantan tengah, Kalimantan Selatan, NTB, dan Jawa barat. Faktor pendorong atau penyebab pernikahan dini, diantaranya: pertama, anak perempuan dari keluarga dengan pengeluaran terendah, 3 kali lebih besar kemungkinan menikah daripada anak perempuan dari rumah tangga dengan tingkat pengeluaran tertinggi. Kedua, anak perempuan dari daerah pedesaan 2 kali lebih besar kemungkinan menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan dari perkotaan. Dan ketiga, anak perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 18 tahun hampir 4 kali lebih besar kemungkinan tidak dapat menyelesaikan sekolah tingkat menengah atas daripada mereka yang menikah setelah 18 tahun.

Alasan yang biasanya digunakan untuk menikah muda ialah saling mencintai dan beresiko melanggar nilai agama dan norma sosial, atau bahkan hamil diluar nikah. Namun, masih ada budaya yang mendukung adanya pernikahan dini, yaitu budaya mosost di Lombok. Sebenarnya, pernikahan dini akan berdampak pada pendidikan dan kesehatan anak, khususnya pada psikologisnya. Batasan usia pernikahan yang harus kita ketahui bersama, 21 adalah usia sah untuk menikah, 19 tahun dibolehkan atas izin orang tua, dan dibawah 19 tahun harus melakukan dispensasi kawin kepada pengadilan agama, dengan alasan tidak ada batas usia minimal pernikahan.

"Sebenarnya, jika ingin solusi pernikahan dini, jangan tanyakan pada instansi terkait. Tapi, ubah pola pikir keluarga dan adat di masyarakat", ucap pemateri saat menjawab pertanyaan salah satu penanya.

 

Mahasiswa KPI, Huzaimatul Hilalia*

 

Berita Terbaru

Biro Konseling dan Layanan Psikologi Fakultas Dakwah Ajak Generasi Muda Berani Unjuk Personal Branding
05 Apr 2024By dakwah
Fakultas Dakwah Gelar Yudisium ke-27 dengan Prestasi Gemilang dari Para Yudisi
17 Feb 2024By dakwah
PKL Mahasiswa Dakwah UIN KHAS Hasilkan Buku Moderasi Beragama
13 Feb 2024By dakwah

Agenda

Informasi Terbaru

Belum ada Informasi Terbaru

Lowongan

;