Jurnalis Mahasiswa harus Kritis dan Berani
JEMBER, MEDICEN FADA – Untuk menghasilkan konten berita yang lengkap, padat dan valid, seorang jurnalis tidak cukup hanya mengandalkan apa yang dilihat dan didengar saja. Terutama dalam meliput kegiatan semacam seminar, workshop, orasi ilmiah, dan sejenisnya yang banyak terjadi di kampus. Jurnalis kampus juga harus punya inisiatif melakukan wawancara dengan pihak terkait untuk pendalaman maupun membuka cakrawala yang lebih luas.
Hal itu disampaikan Direktur Jawa Pos Radar Jember Dr. H. Abdul Choliq Baya, M.I.Kom dalam acara Sharing Session Kajian Jurnalistik yang digelar Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah UIN KHAS Jember di Cafe d’Joglo Sempusari, Kaliwates, Jember Senin malam (28/10). “Jurnalis mahasiswa harus kritis dan berani untuk mewawancarai narasumber agar berita yang dihasilkan sempurna,” pesannya.
Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah ini melanjutkan, ada tiga cara menggali data sebagai bahan untuk menulis berita. Selain wawancara, cara lain bisa dilakukan melalui observasi dan investigasi. Menggali data melalui wawancara memiliki beberapa tujuan. Pertama, mengumpulkan informasi untuk mendapatkan data yang akurat dan terpercaya dari sumbernya langsung. Kedua, mengonformasi atau klarifikasi informasi yang sudah ada sebelumnya.
“Ketiga, menggali perspektif dalam rangka mendapatkan sudut pandang atau opini narasumber tentang suatu isu atau peristiwa,” ujarnya di hadapan mahasiswa KPI angkatan 2023 dan 2024,” tambah Cho, panggilan akrabnya, yang membawakan materi Pendalaman Teknik Wawancara dan Menulis Berita.
Selain itu, Cho menambahkan, beberapa jenis wawancara yang bisa dipraktikkan. Juga persiapan wawancara, teknik wawancara yang efektif dan sikap atau etika jurnalis saat wawancara berlangsung. Setelah data didapat dari hasil wawancara, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh jurnalis adalah memilih enggel untuk ditulis menjadi berita.
Dalam hal penulisan berita, doktor lulusan Unej ini mengupas empat bahasan. Mulai dari memverifikasi ulang data yang didapat agar akurat, model penulisan berita, struktur penulisan berita dan etika penulisan berita. Model penulisan ada piramida terbalik, piramida konvensional dan pararel. Untuk struktur penulisan meliputi judul, lead (teras berita), isi berita dan penutup atau ekor berita. Sedangkan etika penulisan meliputi obyektivitas, akurasi, menghormati privasi nara sumber dan mengedepankan integritas (kejujuran).
Untuk model penulisan berita peristiwa yang banyak dikenal selama ini menggunakan piramida terbalik. Artinya, data-data yang dinilai penting disajikan lebih dahulu. Namun, sejak berita online bisa menghasilkan cuan dari banyaknya pageview (pembaca), maka beberpa media online kembali menggunakan model piramida konvensional. Dengan meletakkan data penting berada di tengah atau di akhir berita. Dan menjadikan konten satu berita menjadi lebih dari satu halam agar yang diklik semakin banyak,” paparnya.
Ketika diminta komentarnya tentang agenda sharing session yang mulai rutin digelar HMPS KPI, Cho menilainya positif dan sangat mendukung. Apalagi kalau materinya lebih mengarah kepada pembekalan yang bersifat praktis. Ia meminta mahasiswa KPI tidak berkecil hati meski tidak memiliki laboratorium untuk praktik yang represntatif.
“Kami yang diminta untuk mengelola media center saja tak dibekali alat apapun, termasuk tempat untuk bersosialisasi yang bisa dijadikan mangkal para kru. Alat untuk memproduksi berita, foto, video, perekam suara dan sebagainya semuanya masih menggunakan hanphone milik pribadi masing-masing kru. Bagaimana Prodi KPI bisa mendapatkan akrditasi unggul kalau terus seperti ini,” sindirnya. (*)
Koordinator Medicen FADA: Abdul Choliq
Penulis : Rizky Hidayatullah
Fotografer: Muhammad Rizky Ronadhoni
Editor: Abdul Choliq, Firdaus Dwi, Nuzul Ahadianto