Komunitas AUVI Jurnalistik Sukses Gelar Workshop Public Speaking
JEMBER, MEDICEN FADA – Supaya bisa menjalankan peran dalam public speaking secara total, seseorang harus mengetahui apa yang menjadi kekuatan dirinya. Maksudnya, potensi paling kuat yang dimiliki harus dieksplor. Selain itu, juga harus menguasai materi yang menjadi bahan untuk dibranding.
Hal itu diungkapkan Ahmad Hisyam Nugroho, alumnus Prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah UIN KHAS Jember yang kini menjadi kontributor beritasatu.com. “Tanpa tahu potensi diri dan penguasaan akan materi, maka jalannya public speaking tidak akan bisa maksimal,” ungkap Hisyam di acara Workshop Pengembangan Public Speaking di kampus UIN KHAS Jember Sabtu (15/11).
Acara yang digelar Komunitas AUVI Fakultas Dakwah UIN KHAS Jember ini diikuti puluhan mahasiswa. Para mahasiswa sangat antusias mengikuti acara dengan mengambil tema “Membangun Branding Melalui Public Speaking”.
Dalam membangun branding melalui public speaking, kata Hisyam, dibutuhkan beberapa aspek. Seperti menyesuaikan bahasa tubuh kepada audiens. penguasaan materi, kepercayaan diri di depan publik dan menghilangkan mindset bahwa kita tidak bisa. "Intinya apa yang dianggap bisa segera lakukan. Jangan berfikir bahwa kamu tidak mampu melakukannya," imbuhnya.
Menambah keseruan dari acara workshop ini setelah penyampaian materi Hisyam meminta beberapa audiens untuk mempraktikkan kemampuannya dalam public speaking di depan khalayak. Beberapa peserta workshop ada yang membacakan teks presenter, berceramah sebagaimana layaknya seorang dai, serta penggunaan bahasa tubuh dalam membacakan puisi.
Acara ini hadir untuk membantu para mahasiswa, pelajar atau siapapun itu untuk dapat membranding diri. Diharapkan para mahasiswa baru angkatan 2024 dapat tampil berani serta lebih percaya diri setelah memasuki dunia perkuliahan.
Hisyam benar-benar mendorong para peserta untuk berani berbicara dan tampil di depan umum. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kemampuan dan kepercayaan diri pada setiap orang itu ada. “Maka harus ditunjukkan,” ungkap Hisyam yang juga menjadi Tim Pendamping Lapangan (TPL) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) wilayah tapal kuda.
Pada kesempatan itu, Hisyam juga mengajak audiens berdiskusi serta menceritakan pengalamannya sebagai seorang jurnalis. Termasuk, bagaimana seorang wartawan harus beraksi sekaligus membranding dirinya ketika berhadapan dengan orang banyak dalam memenuhi tugasnya. Juga bagaimana ia harus meliput berita setiap hari di lapangan.
“Karena bagi wartawan tidak ada kata tunda dalam menyiarkan sebuah berita. Sehingga, seringkali dikatakan bahwa waktu bagi seseorang jurnalis itu 25 jam,” papar Hisyam. (*)
Koordinator Medicen Fada: Abdul Choliq
Fotografer: Nafila Aprilia
Penulis: Risco Agustin Megananda
Editor: Abdul Choliq, Firdaus Dwi, Nuzul Ahadiyanto